Cerita lain: Tentang membatasi diri dari pergaulan

Membatasi diri dari pergaulan yang tidak baik, itu boleh – boleh saja. Tetapi bagaimana jika kita membatasi diri dari orang – orang yang tidak sepaham dengan kita? Itu baru tidak boleh. Hidup ini penuh dinamika, orang yang tidak menghargai perbedaan justru sangat diragukan kedekatannya dengan Tuhan.

Membatasi diri ataupun menjaga jarak terhadap orang lain juga identik dengan karakter yang mementingkan diri sendiri dan cenderung menyombongkan diri. Sudah banyak contoh orang – orang yang memiliki karakter seperti itu. Mereka membatasi diri mereka, dan menjaga jarak mereka baik terhadap Tuhan ataupun sesamanya. Hal ini terjadi biasanya karena kekecewaan ataupun respon diri yang masih belum baik terhadap Tuhan ataupun sesama.

Coba kita lihat cerita Ayub di Alkitab!

Dia awalnya sangat taat dan takut akan Tuhan, ketika pergumulan menimpanya dia mulai kecewa terhadap Tuhan, tidak hanya itu, teman – temannya yang menasihatinya pun turut disalahkannya. Ayub mulai menyombongkan dirinya dan mulai menjaga jarak terhadap Tuhan dan orang – orang disekitarnya. Dia mulai berubah setelah dia menyadari bahwa Tuhan begitu memperdulikannya.

Mungkin kita merasa Tuhan telah mengecewakan saudara, atau anda merasa dikecewakan oleh orang, tetapi apakah hanya karena seseorang pernah melakukan kesalahan, sehingga kita seakan menjaga jarak dan membatasi pergaulan kita thd orang itu? Tuhan saja tidak mungkin seperti itu terhadap kita. Dia tidak membatasi siapapun yang mau datang kepadaNya, yang ingin bergaul dekat kepadaNya.

Seperti yang telah dibahas pada artikel sebelumnya, bahwa Tuhan mengasihi kita dengan berbagai macam cara, baik yang tidak kita sadari ataupun yang kita sadari, baik secara langsung ataupun melalui perantara. Saking tidak terbatasnya kasih Tuhan itu, sampai – sampai kita terkadang sulit untuk memahaminya. Tapi itulah Tuhan. KasihNya tidak berubah.

Tuhan Yesus memberkati 🙂


Tinggalkan komentar