Tentang Hal Memberi (Giving) dan menjadi Pendamai untuk orang lain

Flashback ke beberapa bulan yg lalu ketika kunjungan ke Desa Balukon, dari awal sebenarnya tidak terpikirkan mau bikin tulisan kaya gini, tapi ada baiknya (seperti yg beberapa org katakan), ketika kita tidak bisa memaparkan sesuatu secara lisan, disitulah kita harus memberkati orang lain melalui sebuah tulisan. Dan saya sdg mencoba melakukan hal itu.

Mungkin ada beberapa org yg berpikir, saya cuma cari muka, atau pencitraan agar terlihat berkarisma. Tapi sejujurnya saya tidak mau terlihat seperti itu, karena saya tahu, banyak orang di luaran sana yang terlihat berkarisma, karena ganteng, tajir, suka menolong, beramal, dsb tetapi tetapi belum tentu kehidupan pribadinya dengan Tuhan itu baik. Saya merasa saya tidak jauh lebih baik daripada teman – teman atau org2 di sekitar saya. Bahkan kalau bisa dibilang banyak yang harus dibenahi dan direpair – bongkar muat wkwkwk

Luar biasa memang, ketika menjadi panitia apalagi menjadi senior pendamping, saya secara tidak langsung diajarkan Tuhan ttg leadership, bagaimana caranya memimpin adik2 yunior. Sebenarnya meskipun sya terlihat seperti seorg leader, tapi sya lebih senang membaur (bukan blusukan seperti jokowi ya), artinya saya tidak mau karena saya senior, sya menutup diri, mentang2 paling tambakas kua… Banyak yg bilang saya rada lemot atau lola, saya akui itu, tetapi kadang2 sya bisa jadi org yg tegas, meskipun begitu harus belajar rendah hati juga hehehe… Apalagi kalau sudah dipercayakan tanggung jawab hehe… Membimbing adik2 yunior, itu adalah tanggung jawab yg besar menurut saya, dan apapun itu tanggung jawab itu harus diemban apapun resikonya hehe…

Cukup berkesan ketika mengikuti kegiatan selama 3 hari di desa Balukon, ketika pertama kali datang, saya sudah diserbu oleh beberapa anak2 di sana, mencari kelapa di sana (lumayan banyak pohonnya di sana hehe), kemudian beberapa kegiatan dengan mahasiswa baru. Warga desa di sana menyambut dgn baik kedatangan kami. Terlebih ketika menginap di rumah penduduk. Benar – benar seperti terkumpul dengan keluarga sendiri. Dan yg lebih berkesan adalah ketika kunjungan ke rumah – rumah warga untuk memberikan bantuan – ini yang kata orang disebut Charity.

Mengenai Charity – Banyak org mendefinisikan itu sebagai tindakan nyata memberikan sumbangan/bantuan kepada orang yang membutuhkan. Konsepnya ternyata tidak hanya sekedar kata – tidak hanya sekedar ucapan – bahasa Dayaknya dia sekedar auh pander ih, tetapi lebih ke action. Tindakan nyata. Saya kaget ketika saya membuka artikelnya ternyata definisinya tidak cuma sekedar itu, tetapi lebih kedalam. Charity/Caritas itu adalah Kasih itu sendiri. Berikut artikelnya:

“Kita lupa bahwa begitu keramatnya kata kasih atau caritas, ada ungkapan klasik yang berbunyi ubi caritas et amor, ubi caritas deus ibi est yang kalau diterjemahkan bisa berarti “di mana ada kasih dan cinta di situ Tuhan hadir”.

===

Nomen est omen, nama menunjukkan orangnya atau nama adalah tanda. Artinya, dalam sebuah nama termuat makna mendalam yang bisa menjelaskan siapa orang yang memakai sebuah nama itu. Atau, diharapkan roh yang terkandung dalam nama itu akan meresap ke dalam diri anak itu. Karena itu tidak ada orangtua yang menamai anaknya secara sembarangan. Kita tidak pernah menjumpai seseorang bernama “tikus” yang terlanjur menjadi simbol korupsi atau “babi” simbol kerakusan, dan sebagainya, bukan? Tidak ada! Yang diberikan biasanya adalah nama-nama indah seperti Emanuel, Sesilia, Benedictus, Virgo, Paulus, Sofia, Brigitta, Ignasius dan sebagainya. Itu karena orangtua tidak berharap anak mereka berperilaku seperti fauna-fauna tersebut. Bahwa kemudian ada anak yang berperilaku tak ubahnya binatang, itu hal lain. Ini wilayah garapan pendidikan nilai, sosiologi, agama (rohani), nurani dan sebagainya.

Selain tidak sembarangan memberi nama pada anak, orang juga selalu mencari nama terbaik atau terindah untuk dilekatkan pada toko, kios, warung, bus, sekolah atau kelompok. Misalnya ada toko bernama “Indah Permai”, “Makmur”, “Intan Permata”, “Caritas/Karitas” dan sebagainya.

Ada harapan yang menggelora di sana agar nama itu membawa berkat atau hoki. Dan karena itu, tidak jarang orang mengadakan pesta atau syukuran ketika melekatkan sebuah nama secara resmi pada anak atau tempat usaha dan sebagainya.

Sangat pasti, pihak yang merasa senang dengan nama indah yang dipilih itu bukan hanya yang punya anak atau pemilik tempat usaha tapi juga orang-orang di sekitar dengan harapan hal-hal terbaiklah yang terjadi kemudian.

Mungkin salah satu nama indah yang baik disinggung di sini adalah “Caritas” atau Karitas. Nama ini acapkali terpampang sebagai nama rumah sakit, biara, sekolah, orang atau mungkin juga nama tempat foto kopi atau toko kelontong dan sebagainya. Di Sumba, NTT misalnya, mendengar kata “Caritas” atau “Karitas”, pikiran orang langsung mengembara menuju sebuah bangunan rumah sakit bernama Rumah Sakit Karitas yang terletak di jantung Kota Waitabula, Sumba Barat Daya. Rumah sakit ini diasuh oleh suster-suster ADM atau Amalkasih Darah Mulia.

Nama dan makna nama rumah sakit semulia nama lembaga hidup bakti pengasuhnya. Meski demikian, esai ini tidak dimaksudkan untuk mengupas Rumah Sakit Karitas.. Sangat “kebetulan” nama rumah sakit tersebut sama dengan judul tulisan ini.

Makna Caritas sangat dalam. Namun keindahan makna kata itu tidak seindah kenyataannya. Kita tahu, berbicara tentang atau membicarakan kasih tidak ada habisnya. Lain halnya dengan bertindak kasih. Saking lebih enaknya hanya “berbicara” tentang kasih, kita lebih memilih berbicara saja. Kita lupa bahwa begitu keramatnya kata kasih atau caritas, ada ungkapan klasik yang berbunyi ubi caritas et amor, ubi caritas deus ibi est yang kalau diterjemahkan bisa berarti “di mana ada kasih dan cinta di situ Tuhan hadir”.

Ingatan kita pendek. Kita lupa telah berikrar untuk menjadi pelaku setia dari kata magis itu. Lantas, bagaimana kita menguji apakah kita telah memaknai sebuah nama dengan baik. Sekali lagi, ini soal nama Caritas. Caritas atau kasih menuntut aksi nyata. Acapkali kita merasa sudah memaknai kasih dengan baik secara konkret berdasarkan ukuran kita. Taruhlah seorang direktur atau ketua yayasan misalnya, merasa sudah menjadi pelaku setia dari caritas. Namun dia lupa bahwa ternyata dia hanya “merasa”. Apalagi yang ia “rasakan” itu hanya berdasarkan ukurannya sendiri. Dia tidak pernah tahu bagaimana “mendaratkan” kasih itu. Sebab dia tidak pernah datang dan masuk menyelami nasib dari orang-orang yang “rasa-rasanya” sudah dia layani, termasuk kehidupan para karyawannya. Dia menunggu laporan di balik meja. Akibatnya, ia mengalami kepuasan semu. Lalu berbekal “kepuasan” itu, dari balik tembok ruang doanya ia memuji-muji Tuhan sebagai yang memberi kekuatan untuk melakukan tindakan kasih itu. Bahkan secara tidak sadar (mungkin juga sadar-sadar sedikit), ia juga memuji-muji diri sebagai seorang dermawan, berhati mulia, pelaksana mantra keramat preferensial option for the poor.

Ya, nomen est omen, nama menunjukkan orangnya. Caritas berarti kasih. Sebuah makna yang menggetarkan! Kalau ternyata kita yang memahami arti caritas itu tidak bertindak atas dasar kasih, dari sana Tuhan akan bergumam dengan tatapan nanar, “Caritas oh Caritas….!” Sama halnya ketika Tuhan dengan sedih bergumam “Emanuel oh Emanuel….” tatkala karakter yang ditunjukkan oleh seseorang bernama Emanuel sama sekali tidak menunjukkan kehadiran Allah yang menyertai kehidupannya seperti makna yang terkandung dalam nama Emanuel yang berarti “Allah beserta kita”.”

…………………………………………………………………………………………………………

Dan saya menambahkan – Allah adalah Kasih, jika Caritas adalah kasih, Allah adalah Caritas itu sendiri. Ini seperti hukum logika matematika dimana jika x = y dan y = z maka x = z.

Mungkin apa yang saya bagikan, apa yg saya tulis bernada sarkastis (menyindir), tetapi perlu diketahui, bukan karena saya merasa hebat sya menulis tetapi karena sya masih belajar, lewat apa yg sya tulis sya belajar dari situ. Saya hanya belajar memberkati org, mungkin dgn kata2 sya tdk terlalu lancar karena terbata2 atau tapuntar tapalilit, tetapi sya coba lewat tulisan. Karena org2 mungkin akan lebih memahami ketika sya menulis ketimbang sya berbicara hehehe

Mengenai hal itu, ada satu lagi cerita menarik ketika kunjungan, pada saat orang rumah menceritakan pergumulannya, ketika anaknya meninggal karena tenggelam (saya lupa usia anak itu, mungkin yg ada ikut kunjungan kemarin boleh menambahkan hehehe), sebelum musibah itu terjadi anak itu pernah menulis sesuatu, yang hanya boleh dibuka ketika dia sudah meninggal. Anak ini cukup pintar dan aktif di kegiatan gereja. Ternyata ketika tulisan itu dibuka isinya luar biasa. Itu adalah doa dan pengharapan anak itu – dia mendambakan dunia yg penuh perdamaian, dimana tidak ada lagi pertikaian, pertumpahan darah. Sesuatu yg luar biasa ketika Tuhan pakai anak itu, walaupun hanya sekedar tulisan. Dan itulah yg saya lakukan saat ini. Memberkati org lain lewat tulisan itu tidak buruk hehe…

Dan akhir kata, tentang charity yang merupakan kasih itu sendiri, dan tentang perdamaian yang diharapkan dari seorg anak. Banyak hal tentang kebaikan Tuhan yg dapat dibagikan. Dan itu juga adalah salah satu bentuk dari kasih itu sendiri. Kasih dalam bentuk tindakan yg nyata dan tanpa pamrih. Membalas kejahatan dengan kebaikan seperti pada ayat berikut:

Matius 5:38 – Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. (Matius 5:38)
Matius 5:44 – Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. (Matius 5:44)
Matius 5:45 – Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. (Matius 5:45)
Matius 5:46 – Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? (Matius 5:46)
Matius 5:47 – Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian? (Matius 5:47)
Matius 5:48 – Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” (Matius 5:48).

dan akhirnya:

Yohanes 13:35 – Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” (Yohanes 13:35).

Selamat pagi dan selamat beraktifitas. GBU 🙂


Tinggalkan komentar