Apa itu Cinta?

Sebenarnya Cinta itu apa?

Saya selalu bertanya-tanya tentang hal ini. Kenapa cinta bisa jadi sangat indah, dan kenapa cinta bisa jadi sangat merusak.

Bagiku cinta itu seperti sebilah pisau. Kalau diserahkan kepada koki yang handal bisa jadi pisau yang berguna untuk memotong sayur atau buah. Tapi jika diserahkan kepada pembunuh, pisau itu bisa digunakan untuk menusuk dan membunuh.

Yah, benar. Cinta itu urusan hati. Tapi banyak yang lupa semakin meluap-luap perasaan itu potensi untuk merugikan banyak orang semakin besar. Seperti api yang semakin besar kobarannya potensi untuk menghanguskan apapun yang ada di sekitarnya semakin besar.

Tengoklah, banyak orang membunuh, banyak orang berperang hanya karena cinta. Cinta bisa melahirkan lebih banyak kebencian. Cinta macam apa itu?

Itulah kenapa selalu saya bilang, kalau cinta itu buta, perang di mana-mana.

Secara garis besar ada banyak berjuta-juta konsep cinta di dunia ini. Ada beberapa konsep seperti Agape, Fillia, Storge, Eros dsb.

Lalu menurut saya sendiri cinta itu apa?

Aku menyimpulkanya sederhana. Love is giving. Jika tidak berarti bukan cinta. Cinta itu harusnya lebih banyak memberi ketimbang menerima. Karena tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Konsep ini konsep yang sebenarnya universal. Tidak selalu cinta ke pasangan, tapi cinta kepada keluarga, sahabat dan Tuhan.

Saya selalu memperhatikan bagaimana seseorang bisa memberi untuk orang lain. Aku jauh lebih menghargai orang-orang seperti itu, yang mau memberikan waktunya, tenaganya, biayanya, kepada orang lain, tanpa merugikan siapapun yang ada di sekitarnya.

Aku selalu yakin bahwa cinta itu seperti itu. Memberi kepada orang lain, tanpa memandang siapa mereka, yang pasti sama-sama manusia yang bernafas dan memiliki pancaindera.

Bukan konsep cinta yang dibawa oleh dunia yang penuh kebusukan seperti ini. Yang memicu pertikaian, peperangan, permusuhan karena mementingkan emosional semata ketimbang hal-hal yang rasional.

Tapi begitulah, di dunia ini kita harus memilih menjalankan konsep cinta yang seperti apa. Apakah cinta yang lebih banyak memberi atau yang hanya menuntut untuk diterima.

Yang paling penting kau harus menyadari bahwa kita tidak sendiri. Selalu akan ada orang yang mengulurkan bantuan. Jangan pernah menutup hati kita untuk menolong orang lain, apapun latar belakang orang tersebut.

Keep stand in humanity. Don’t stop loving, don’t stop giving.

Apa itu Pasangan Hidup?

Belakangan banyak hal yang menteror otakku, dan memaksaku untuk berpikir, tentang pasangan hidup itu seperti apa?

Sebagian orang mungkin berpikir, itu sama seperti pacaran di mana kau harus mengenal lebih dalam lawan jenis, kemudian berkomitmen serius, membangun keluarga, dan bla.. bla.. bla..

Masalahnya adalah, apakah sesimpel itu?

Jawabannya adalah ABSOLUTELY NO. Aku telah melihat banyak hal di mana sebuah pernikahan dianggap gagal karena salah satu pasangan melanggar komitmennya. Misalkan selingkuh, KDRT, menelantarkan anak, dan lain sebagainya.

Dan semakin banyak kejadian-kejadian yang terjadi di dalam kehidupan berkeluarga di mana akhirnya rumah tangga itu kandas..broken home..perceraian di mana-mana. Banyak anak-anak kemudian jadi korban keegoisan orang tuanya. Mereka terlantar, akhirnya tinggal di panti asuhan ataupun bersama ibu atau bapaknya yang jadi single parent. Banyak yang tidak siap secara finansial, akhirnya harus banting tulang kesana kemari hanya untuk sesuap nasi.

Kemudian banyaknya fenomena nikah muda, yang sebagian besar di sebabkan oleh berbagai macam hal seperti paksaan orang tua, perjodohan, adat istiadat, anjuran agama, sampai yang paling “dark” di antara itu semua: Married by Accident.

Sebenarnya apa yang salah dari itu semua? Mari kita kupas satu persatu.

Mulai dari ketika berpacaran atau mengenal lawan jenis. Dasar dari itu semua adalah mengenal pasangan kita bukan? Tapi realita yang aku lihat, orang yang baru kenal saja sudah di ajak pacaran, kemudian nikah. Di mana letak perkenalannya? Itu jelas bertentangan dengan akal sehat saya. Bertentangan dengan kerangka pemikiran saya. Terus baru kenal, baru tahu karakter asli orang setelah pacaran atau nikah, lalu menyesal sendiri. Siapa yang disalahkan?

Ini logical fallacy yang sering terjadi dalam menjalin hubungan. Di mana karakter seseorang akan ketahuan aslinya setelah berpacaran, setelah menikah. Kebiasaan pedekate atau perkenalan mula-mula yang menggunakan “topeng” sebagai orang yang romantis.. orang yang rupawan.. orang yang cerdas. Dan setelah menjalin hubungan serius terbuka semua kedoknya. Ini sering terjadi, bahkan di lingkungan sekitar kita.

Pada akhirnya ketika menjalani hubungan seperti itu banyak yang akhirnya pasrah. Menerima itu dengan keadaan yang tidak bisa diubah. Sulit menemukan orang yang bisa bahagia dengan cara seperti itu. Mungkin kelihatannya saja bahagia, tapi tengoklah ke dalam realitanya. Apakah hati nurani kita bisa menerima keadaan seperti itu? Berapa banyak lagi orang yang akan mengalami kegagalan berumah tangga karena cara berpikir yang keliru seperti itu.

Kembali ke pertanyaan awal. Pasangan hidup itu seperti apa?

Aku selalu memakai prinsip ini, bahwa pasangan hidup itu adalah orang yang mau menerima kita sepenuhnya. Entah itu kelebihan atau kekurangan kita, buruk atau tidaknya rekam jejak masa lalu kita. Kemudian mau memahami kita, menghargai kita. Pokoknya seperti itulah. Layaknya memilih anggota DPR atau Presiden, yang mesti melihat rekam jejak, kelebihan dan kekurangannya.

Aku tidak tahu apakah pemahamanku ini salah, atau pemikiranku salah. Tapi aku tidak bisa menerima sebuah hubungan yang muncul karena proses yang instan. Itu sangat bertentangan dengan hati nuraniku. Hubungan yang muncul karena baru kenal, atau karena perjodohan. Itu sulit kuterima oleh akal sehatku.

Lalu siapakah yang layak menjadi pasangan hidup kita?

Sebagian orang selalu ber”teori” ria bahwa orang yang layak menjadi pasangan hidup kita itu adalah orang mapan, orang yang kaya, orang yang rupawan, bla..bla…bla.. NO. Kalau anda tidak kenal orang itu, maka percuma saja. Proses mengenal karakter seseorang itu tidak sebentar. Butuh waktu untuk mengetahui seseorang itu punya rekam jejak yang baik, karakter yang baik, seperti halnya pergaulan. Tidak bisa diterima secara instan begitu saja. Seperti juga mengenal Pencipta kita.

Ada pula yang berpandangan bahwa orang yang terdekat menjadi teman hidup kita ini adalah justru sahabat kita sendiri, yang sudah tahu kelebihan kita, baik buruk kita, rekam jejak masa lalu kita. Of course itu tidak salah. It’ll take an easy to go to next step. Kau tidak memerlukan banyak waktu lagi untuk mengenal dia lebih dalam karena sudah tahu dan sudah saling kenal sejak awal. Dan kemungkinan bakal awet lebih gede. HANYA SAJA, apakah realita dunia jaman sekarang ini mau menerima pandangan seperti ini?

Dari puluhan ribu pasangan di muka bumi ini sangat jarang ada suatu hubungan seperti itu bermula dari persahabatan. Hanya 1 berbanding 14.000.605, kalau diibaratkan seperti di film Avenger Infinity War.

Pikirkan dan renungkan, apakah selama ini pemikiran kitakah yang keliru atau memang saya yang keliru. Mari sama-sama belajar dan berpikir kritis. Apakah memang pemikiran seperti ini yang layak kita pertahankan. Mari kita tantang diri kita masing-masing… tidak hanya soal pasangan hidup.. tapi soal bagaimana cara kita bergaul dengan orang lain. Jangan sampai pilihan yang kita ambil membuat kita harus menyesali itu semua seumur hidup. Get it? Good.

Jangan lupakan juga ini, bahwa kalau kita mencintai sesuatu hal, kau juga harus mengenal hal tersebut, entah itu mencintai Tuhan, ataupun sesama kita. Dasar dari cinta bukan hanya bicara perasaan, tapi bagaimana kita bertanggung jawab terhadap itu semua. Konsep cinta itulah yang harus kita koreksi sejak sekarang. Bukan konsep cinta menurut apa yang dunia mau, tapi konsep cinta menurut apa yang Tuhan mau. Yang tidak jauh-jauh dari nilai kemanusiaan, dimana kita harus berkorban, memberi, dan juga bertanggung jawab.

Mari semuanya, kita berusaha menjadi manusia yang lebih baik. Mau menjadi manusia yang berguna buat orang lain. Saya percaya kita akan menemukan banyak hal kebaikan dari itu semua. Dan masalah pasangan hidup, Tuhan akan berikan yang terbaik untuk kita, maka bersabarlah. Tetap taat, tetap jadi orang yang takut akan Tuhan, dan tetaplah jadi manusia yang mau diperbaharui lebih dan lebih baik lagi. Everything will come at the right time.

Tetap semangat, Tuhan memberkati kita semua.

Jangan Lupa (Berbagi) Bahagia?

Kenapa caption di atas saya kasih tanda tanya? Ini bermula dari pengamatan pribadi mengenai beberapa orang di media sosial ataupun teman-teman penulis sendiri.

Mengenai kata ‘bahagia’, apa itu bahagia? Banyak definisinya. Ada yang mengatakan bahwa bahagia itu sederhana. Ada yang mengatakan bahwa bahagia itu adalah ketika kita berkumpul bersama orang-orang yang kita sayangi. Ada yang mengatakan bahwa bahagia itu adalah ketika kita telah mencapai sesuatu yang besar dalam hidup kita, misalkan lulus sekolah, kuliah, dapat promosi pekerjaan, wisuda, dsb.

Tetapi yang lebih sederhana daripada itu adalah Bahagia yang memberi, dan tidak merugikan orang lain.

Kenapa Bahagia yang tidak merugikan orang lain? Karena banyak orang yang berbahagia yang mengekspresikan kebahagiaan itu tetapi dia tidak peduli dengan situasi di sekitarnya, entah itu menguntungkan atau merugikan orang lain, dia tidak peduli. Bahasa simplenya ‘Senang di atas penderitaan orang lain’.

Kita bisa lihat di media sosial banyak orang yang mengekspresikan kebahagiaannya melalui foto-foto, video ataupun status, tetapi kita tidak tahu dibalik itu semua pasti ada saja malah yang merugikan orang lain atau lingkungan sekitar. Kadang orang yang dirugikan bisa saja sabar, tetapi bagaimana dengan mereka yang bukan orang yang penyabar? Rapor merah ujung-ujungnya buat kita.

Lalu bahagia yang memberi itu seperti apa? Ketika kita berbahagia tapi tetap peduli dengan keadaan di sekitar kita. Ketika kita mau berbagi kebahagiaan kepada orang lain. Kita tidak hanya berbahagia sendiri tetapi juga berbahagia bersama orang lain. Jadi tidak ada yang merasa dirugikan.

Alangkah indahnya dunia ini ketika ada orang yang mau berbagi kebahagiaan dan semua orang di sekitarnya turut berbahagia.

Tidak peduli itu teman ataupun musuh/rival kita, alangkah indahnya dunia ini jika mereka berbahagia juga karena kita.

Memang terkadang kita masih belum bisa membahagiakan semua orang, tapi jangan sampai karena hal demikian kita jadi berhenti berbagi kebahagiaan kepada mereka. Kita pantas untuk bahagia, begitu juga mereka. Jangan sampai kebahagiaan kita menjadi batu sandungan buat orang lain.

Sudahkah anda berbagi kebahagiaan anda hari ini? Jangan lupa berbagi kebahagiaan.

Arti Petualang itu…?

Apa arti petualang menurutku? Apa arti dari berpetualang sebenarnya?

Kita semua adalah petualang kehidupan, bukan? Hanya saja terkadang kita senang berada di dalam zona yang menurut kita aman. Secara tidak langsung kita membatasi diri kita dari pengetahuan di luaran sana.

Petualang itu bebas dan mereka adalah orang-orang yang berani menaklukkan batasan di dalam diri mereka. Pengetahuan yang mereka dapat tentang kehidupan terkadang lebih banyak ketimbang mereka yang betah di zona yang katanya aman itu.

Memang tidak semua pengetahuan itu baik, karena itu kita harus ingat bahwa dasar dari segala pengetahuan itu adalah kedekatan dengan Sang Pencipta. (Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan).

Menjadi petualang kadang tidak berarti harus liburan, walaupun sebagian besar orang ketika liburan mereka berpetualang. Petualang itu mereka yang belajar dari kehidupan sekitarnya, melihat sesuatu hal itu apakah baik dan bermanfaat untuk lingkungan sekitarnya ataupun tidak.

Kalau ditanya kapan saya memutuskan diri menjadi petualang, jawabnya mungkin sejak saya berada di dunia ini dan mulai mengenal lingkungan sekitar, rasa penasaran untuk menjelajah selalu ada, tujuannya hanya satu, mengumpulkan pengetahuan dan mempelajarinya. Menjadi traveler, itu lain lagi ceritanya.

Yeah, I’m just a knowledges collector, and I learned from it.

Saya merasa miris, kadang-kadang, melihat mereka yang katanya petualang, traveler, tetapi ternyata tidak menunjukkan etika sebagai traveler yang baik. Mereka yang katanya berpetualang tetapi tujuannya hanya untuk kesenangan, akan berbeda dengan mereka yang berpetualang untuk mengumpulkan pengetahuan, belajar dari pengetahuan itu, dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

Saya menjadi traveler (bedakan dengan petualang), sebenarnya bermula dari rasa muak. Pertama, muak terhadap orang-orang yang bisa menjelajah, dan menikmati alam/tempat wisata dengan biaya yang sebenarnya tidak murah, tapi mereka bisa dengan mudah menikmatinya, Kedua, muak terhadap keadaan yang stuck dan keinginan untuk refreshing yang lagi-lagi terhalangi oleh keterbatasan biaya dan waktu.

Keinginan itupun perlahan berubah seiring waktu, ketika saya memahami bahwa menjelajah tidak sesimple datang, foto-foto eksis dan hangout. Saya mulai bersyukur ketika saya mengenal konsep trip minimalis (Backpacking, Hitch-hiking, Share-cost dsb) melihat banyak orang yang sebenarnya bisa trip tetapi harus merogoh kocek mahal hanya untuk bermewah-mewah tapi pada akhirnya tidak menemukan esensi dari sebuah penjelajahan, petualangan. Hanya satu kata yang bisa saya dapat ketika mereka kembali dari liburan mereka: Tepar, Teler, Ngantuk, Busau (Mabok).

Sejak saat itu saya mulai berpikir, dan saya menyadari selama ini penjelajahan saya tidak sia-sia. Walaupun sebagian besar dilakukan secara solo (sendirian), saya merasakan suasana yang berbeda, pikiran jauh lebih tenang, lebih damai, lebih bebas. Dan yang lebih enak, kita tidak perlu cemas dengan jadwal-jadwal perjalanan berikutnya karena semuanya yang kita atur sendiri. Dan yang lebih seru lagi, kita bisa lebih mengenal wilayah yang ada disekitaran kita tanpa harus jauh-jauh ke tempat lain. Saya selalu memulai trip dari yang ringan (terdekat) hingga yang berat (terjauh), tetapi itu tergantung rute yang ditempuh.

Apapun itu yang saya dapat dari penjelajahan saya, mengenai arti Petualang dan Traveler sebenarnya, Petualang itu sejatinya tidak mencari kesenangan, terkadang Petualang (seperti saya) justru berpetualang untuk mencari suasana baru, bahkan menjauh dari hiruk pikuk kota dan kejamnya dunia yang dirancang manusia (hehe). Lebih tepatnya, saya ingin menemukan kembali ciptaan Tuhan itu, dunia yang sebenarnya, yaitu Alam.

Orang yang berpetualang untuk mencari makna kehidupan akan berbeda dengan orang yang berpetualang untuk kesenangan dirinya sendiri.

Tetaplah menjadi petualang kehidupan, walaupun mungkin masih berada di zona aman, tetap mencoba untuk melampaui batasan itu… Sekalipun menurut kita itu mustahil. Banyak hal yang kita dapat ketika berpetualang. Hal yang hanya kita lihat di layar komputer atau televisi tidak akan menunjukkan realita yang sebenarnya di lapangan.

Go explore the world! Ingat, nenek moyang kita juga petualang 🙂

Cerita lain: Tentang membatasi diri dari pergaulan

Membatasi diri dari pergaulan yang tidak baik, itu boleh – boleh saja. Tetapi bagaimana jika kita membatasi diri dari orang – orang yang tidak sepaham dengan kita? Itu baru tidak boleh. Hidup ini penuh dinamika, orang yang tidak menghargai perbedaan justru sangat diragukan kedekatannya dengan Tuhan.

Membatasi diri ataupun menjaga jarak terhadap orang lain juga identik dengan karakter yang mementingkan diri sendiri dan cenderung menyombongkan diri. Sudah banyak contoh orang – orang yang memiliki karakter seperti itu. Mereka membatasi diri mereka, dan menjaga jarak mereka baik terhadap Tuhan ataupun sesamanya. Hal ini terjadi biasanya karena kekecewaan ataupun respon diri yang masih belum baik terhadap Tuhan ataupun sesama.

Coba kita lihat cerita Ayub di Alkitab!

Dia awalnya sangat taat dan takut akan Tuhan, ketika pergumulan menimpanya dia mulai kecewa terhadap Tuhan, tidak hanya itu, teman – temannya yang menasihatinya pun turut disalahkannya. Ayub mulai menyombongkan dirinya dan mulai menjaga jarak terhadap Tuhan dan orang – orang disekitarnya. Dia mulai berubah setelah dia menyadari bahwa Tuhan begitu memperdulikannya.

Mungkin kita merasa Tuhan telah mengecewakan saudara, atau anda merasa dikecewakan oleh orang, tetapi apakah hanya karena seseorang pernah melakukan kesalahan, sehingga kita seakan menjaga jarak dan membatasi pergaulan kita thd orang itu? Tuhan saja tidak mungkin seperti itu terhadap kita. Dia tidak membatasi siapapun yang mau datang kepadaNya, yang ingin bergaul dekat kepadaNya.

Seperti yang telah dibahas pada artikel sebelumnya, bahwa Tuhan mengasihi kita dengan berbagai macam cara, baik yang tidak kita sadari ataupun yang kita sadari, baik secara langsung ataupun melalui perantara. Saking tidak terbatasnya kasih Tuhan itu, sampai – sampai kita terkadang sulit untuk memahaminya. Tapi itulah Tuhan. KasihNya tidak berubah.

Tuhan Yesus memberkati 🙂

Tentang Hal Memberi (Giving) dan menjadi Pendamai untuk orang lain

Flashback ke beberapa bulan yg lalu ketika kunjungan ke Desa Balukon, dari awal sebenarnya tidak terpikirkan mau bikin tulisan kaya gini, tapi ada baiknya (seperti yg beberapa org katakan), ketika kita tidak bisa memaparkan sesuatu secara lisan, disitulah kita harus memberkati orang lain melalui sebuah tulisan. Dan saya sdg mencoba melakukan hal itu.

Mungkin ada beberapa org yg berpikir, saya cuma cari muka, atau pencitraan agar terlihat berkarisma. Tapi sejujurnya saya tidak mau terlihat seperti itu, karena saya tahu, banyak orang di luaran sana yang terlihat berkarisma, karena ganteng, tajir, suka menolong, beramal, dsb tetapi tetapi belum tentu kehidupan pribadinya dengan Tuhan itu baik. Saya merasa saya tidak jauh lebih baik daripada teman – teman atau org2 di sekitar saya. Bahkan kalau bisa dibilang banyak yang harus dibenahi dan direpair – bongkar muat wkwkwk

Luar biasa memang, ketika menjadi panitia apalagi menjadi senior pendamping, saya secara tidak langsung diajarkan Tuhan ttg leadership, bagaimana caranya memimpin adik2 yunior. Sebenarnya meskipun sya terlihat seperti seorg leader, tapi sya lebih senang membaur (bukan blusukan seperti jokowi ya), artinya saya tidak mau karena saya senior, sya menutup diri, mentang2 paling tambakas kua… Banyak yg bilang saya rada lemot atau lola, saya akui itu, tetapi kadang2 sya bisa jadi org yg tegas, meskipun begitu harus belajar rendah hati juga hehehe… Apalagi kalau sudah dipercayakan tanggung jawab hehe… Membimbing adik2 yunior, itu adalah tanggung jawab yg besar menurut saya, dan apapun itu tanggung jawab itu harus diemban apapun resikonya hehe…

Cukup berkesan ketika mengikuti kegiatan selama 3 hari di desa Balukon, ketika pertama kali datang, saya sudah diserbu oleh beberapa anak2 di sana, mencari kelapa di sana (lumayan banyak pohonnya di sana hehe), kemudian beberapa kegiatan dengan mahasiswa baru. Warga desa di sana menyambut dgn baik kedatangan kami. Terlebih ketika menginap di rumah penduduk. Benar – benar seperti terkumpul dengan keluarga sendiri. Dan yg lebih berkesan adalah ketika kunjungan ke rumah – rumah warga untuk memberikan bantuan – ini yang kata orang disebut Charity.

Mengenai Charity – Banyak org mendefinisikan itu sebagai tindakan nyata memberikan sumbangan/bantuan kepada orang yang membutuhkan. Konsepnya ternyata tidak hanya sekedar kata – tidak hanya sekedar ucapan – bahasa Dayaknya dia sekedar auh pander ih, tetapi lebih ke action. Tindakan nyata. Saya kaget ketika saya membuka artikelnya ternyata definisinya tidak cuma sekedar itu, tetapi lebih kedalam. Charity/Caritas itu adalah Kasih itu sendiri. Berikut artikelnya:

“Kita lupa bahwa begitu keramatnya kata kasih atau caritas, ada ungkapan klasik yang berbunyi ubi caritas et amor, ubi caritas deus ibi est yang kalau diterjemahkan bisa berarti “di mana ada kasih dan cinta di situ Tuhan hadir”.

===

Nomen est omen, nama menunjukkan orangnya atau nama adalah tanda. Artinya, dalam sebuah nama termuat makna mendalam yang bisa menjelaskan siapa orang yang memakai sebuah nama itu. Atau, diharapkan roh yang terkandung dalam nama itu akan meresap ke dalam diri anak itu. Karena itu tidak ada orangtua yang menamai anaknya secara sembarangan. Kita tidak pernah menjumpai seseorang bernama “tikus” yang terlanjur menjadi simbol korupsi atau “babi” simbol kerakusan, dan sebagainya, bukan? Tidak ada! Yang diberikan biasanya adalah nama-nama indah seperti Emanuel, Sesilia, Benedictus, Virgo, Paulus, Sofia, Brigitta, Ignasius dan sebagainya. Itu karena orangtua tidak berharap anak mereka berperilaku seperti fauna-fauna tersebut. Bahwa kemudian ada anak yang berperilaku tak ubahnya binatang, itu hal lain. Ini wilayah garapan pendidikan nilai, sosiologi, agama (rohani), nurani dan sebagainya.

Selain tidak sembarangan memberi nama pada anak, orang juga selalu mencari nama terbaik atau terindah untuk dilekatkan pada toko, kios, warung, bus, sekolah atau kelompok. Misalnya ada toko bernama “Indah Permai”, “Makmur”, “Intan Permata”, “Caritas/Karitas” dan sebagainya.

Ada harapan yang menggelora di sana agar nama itu membawa berkat atau hoki. Dan karena itu, tidak jarang orang mengadakan pesta atau syukuran ketika melekatkan sebuah nama secara resmi pada anak atau tempat usaha dan sebagainya.

Sangat pasti, pihak yang merasa senang dengan nama indah yang dipilih itu bukan hanya yang punya anak atau pemilik tempat usaha tapi juga orang-orang di sekitar dengan harapan hal-hal terbaiklah yang terjadi kemudian.

Mungkin salah satu nama indah yang baik disinggung di sini adalah “Caritas” atau Karitas. Nama ini acapkali terpampang sebagai nama rumah sakit, biara, sekolah, orang atau mungkin juga nama tempat foto kopi atau toko kelontong dan sebagainya. Di Sumba, NTT misalnya, mendengar kata “Caritas” atau “Karitas”, pikiran orang langsung mengembara menuju sebuah bangunan rumah sakit bernama Rumah Sakit Karitas yang terletak di jantung Kota Waitabula, Sumba Barat Daya. Rumah sakit ini diasuh oleh suster-suster ADM atau Amalkasih Darah Mulia.

Nama dan makna nama rumah sakit semulia nama lembaga hidup bakti pengasuhnya. Meski demikian, esai ini tidak dimaksudkan untuk mengupas Rumah Sakit Karitas.. Sangat “kebetulan” nama rumah sakit tersebut sama dengan judul tulisan ini.

Makna Caritas sangat dalam. Namun keindahan makna kata itu tidak seindah kenyataannya. Kita tahu, berbicara tentang atau membicarakan kasih tidak ada habisnya. Lain halnya dengan bertindak kasih. Saking lebih enaknya hanya “berbicara” tentang kasih, kita lebih memilih berbicara saja. Kita lupa bahwa begitu keramatnya kata kasih atau caritas, ada ungkapan klasik yang berbunyi ubi caritas et amor, ubi caritas deus ibi est yang kalau diterjemahkan bisa berarti “di mana ada kasih dan cinta di situ Tuhan hadir”.

Ingatan kita pendek. Kita lupa telah berikrar untuk menjadi pelaku setia dari kata magis itu. Lantas, bagaimana kita menguji apakah kita telah memaknai sebuah nama dengan baik. Sekali lagi, ini soal nama Caritas. Caritas atau kasih menuntut aksi nyata. Acapkali kita merasa sudah memaknai kasih dengan baik secara konkret berdasarkan ukuran kita. Taruhlah seorang direktur atau ketua yayasan misalnya, merasa sudah menjadi pelaku setia dari caritas. Namun dia lupa bahwa ternyata dia hanya “merasa”. Apalagi yang ia “rasakan” itu hanya berdasarkan ukurannya sendiri. Dia tidak pernah tahu bagaimana “mendaratkan” kasih itu. Sebab dia tidak pernah datang dan masuk menyelami nasib dari orang-orang yang “rasa-rasanya” sudah dia layani, termasuk kehidupan para karyawannya. Dia menunggu laporan di balik meja. Akibatnya, ia mengalami kepuasan semu. Lalu berbekal “kepuasan” itu, dari balik tembok ruang doanya ia memuji-muji Tuhan sebagai yang memberi kekuatan untuk melakukan tindakan kasih itu. Bahkan secara tidak sadar (mungkin juga sadar-sadar sedikit), ia juga memuji-muji diri sebagai seorang dermawan, berhati mulia, pelaksana mantra keramat preferensial option for the poor.

Ya, nomen est omen, nama menunjukkan orangnya. Caritas berarti kasih. Sebuah makna yang menggetarkan! Kalau ternyata kita yang memahami arti caritas itu tidak bertindak atas dasar kasih, dari sana Tuhan akan bergumam dengan tatapan nanar, “Caritas oh Caritas….!” Sama halnya ketika Tuhan dengan sedih bergumam “Emanuel oh Emanuel….” tatkala karakter yang ditunjukkan oleh seseorang bernama Emanuel sama sekali tidak menunjukkan kehadiran Allah yang menyertai kehidupannya seperti makna yang terkandung dalam nama Emanuel yang berarti “Allah beserta kita”.”

…………………………………………………………………………………………………………

Dan saya menambahkan – Allah adalah Kasih, jika Caritas adalah kasih, Allah adalah Caritas itu sendiri. Ini seperti hukum logika matematika dimana jika x = y dan y = z maka x = z.

Mungkin apa yang saya bagikan, apa yg saya tulis bernada sarkastis (menyindir), tetapi perlu diketahui, bukan karena saya merasa hebat sya menulis tetapi karena sya masih belajar, lewat apa yg sya tulis sya belajar dari situ. Saya hanya belajar memberkati org, mungkin dgn kata2 sya tdk terlalu lancar karena terbata2 atau tapuntar tapalilit, tetapi sya coba lewat tulisan. Karena org2 mungkin akan lebih memahami ketika sya menulis ketimbang sya berbicara hehehe

Mengenai hal itu, ada satu lagi cerita menarik ketika kunjungan, pada saat orang rumah menceritakan pergumulannya, ketika anaknya meninggal karena tenggelam (saya lupa usia anak itu, mungkin yg ada ikut kunjungan kemarin boleh menambahkan hehehe), sebelum musibah itu terjadi anak itu pernah menulis sesuatu, yang hanya boleh dibuka ketika dia sudah meninggal. Anak ini cukup pintar dan aktif di kegiatan gereja. Ternyata ketika tulisan itu dibuka isinya luar biasa. Itu adalah doa dan pengharapan anak itu – dia mendambakan dunia yg penuh perdamaian, dimana tidak ada lagi pertikaian, pertumpahan darah. Sesuatu yg luar biasa ketika Tuhan pakai anak itu, walaupun hanya sekedar tulisan. Dan itulah yg saya lakukan saat ini. Memberkati org lain lewat tulisan itu tidak buruk hehe…

Dan akhir kata, tentang charity yang merupakan kasih itu sendiri, dan tentang perdamaian yang diharapkan dari seorg anak. Banyak hal tentang kebaikan Tuhan yg dapat dibagikan. Dan itu juga adalah salah satu bentuk dari kasih itu sendiri. Kasih dalam bentuk tindakan yg nyata dan tanpa pamrih. Membalas kejahatan dengan kebaikan seperti pada ayat berikut:

Matius 5:38 – Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. (Matius 5:38)
Matius 5:44 – Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. (Matius 5:44)
Matius 5:45 – Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. (Matius 5:45)
Matius 5:46 – Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? (Matius 5:46)
Matius 5:47 – Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian? (Matius 5:47)
Matius 5:48 – Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” (Matius 5:48).

dan akhirnya:

Yohanes 13:35 – Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” (Yohanes 13:35).

Selamat pagi dan selamat beraktifitas. GBU 🙂

UVERworld and me

Beberapa hari yang lalu saya menonton sebuah film dokumenter berjudul THE SONG, dari band favorit saya, UVERworld. Banyak sekali hal – hal memotivasi yang ditemukan di sana. Disamping itu karena sudah dilengkapi subtitle english saya jadi mengerti tentang latar belakang band ini sebenarnya.

Mungkin banyak dari kalian yang mengira saya gaze karena cenderung menyukai band yang tidak begitu terkenal dan asing di mata dan telinga. Bagi saya sebenarnya bukan masalah terkenal atau tidak, tetapi apakah lagunya menginspirasi orang atau tidak. Ketimbang lagu zaman sekarang yang dipenuhi oleh nuansa romance atau gila – gilaan seperti yang sudah sering didengar dan disukai orang – orang kebanyakan, saya cenderung anti-mainstream dengan menjadikan UVERworld sbg band yang membuat saya terinspirasi dan top-rated dah… hehe

Saya cerita sedikit bagaimana saya bisa mengenal band ini.

Jaman SMA, saya lupa persisnya tahun berapa (maybe 2009/2010). Ketika masih kelas 3, saya pernah mengucek – ngucek ponsel salah satu teman saya, dan menemukan salah satu lagunya. Kalau tidak salah judulnya just break the limit, kemudian Roots, dan yang terakhir Discord. Teman saya ini bukan penggemar Japan, atau apapun. Entah dari mana dia mendapatkan 3 lagu itu. Saya tidak tahu.

Pertama mendengarnya saya mulai tertarik, walaupun saya kurang mengerti isi liriknya seperti apa. Yang saya suka dari lagunya adalah aransemennya yang beda. Lebih independen, nggak mainstream seperti musik pop lokal/asing jaman sekarang ini. Perlahan saya mulai cari lirik – liriknya di internet dan setelah saya melihat lebih lanjut liriknya benar – benar keren. Saya juga telusuri video – video livenya. Vokalisnya ternyata tidak kalah keren, karena disamping dia menyanyi dia memberikan motivasi ke penonton layaknya motivator. Dan setelah saya mengetahui lebih lanjut purpose mereka dan yang terakhir, menonton film dokumenter mereka, aku mulai terhenyak.

Ada dua point utama yang benar – benar ngena di saya ketika menonton film ini. Ini juga akan berguna untuk kalian.

Pertama tentang hal mengagumi. Takuya, vokalis UVERworld, bercerita tentang orang yang dia kagumi dalam hal bermusik, yaitu Reigo5. Tapi dia tidak hanya sekedar mengagumi, tetapi dia meneladani dan mengambil inspirasi darinya.

Jaman sekarang kebanyakan orang salah kaprah dalam hal mengagumi. Mengagumi tidak bicara tentang perasaan suka pada orang kemudian melakukan hal ini itu dsb, tetapi itu bicara tentang mengambil sesuatu yang bisa diteladani dari orang tersebut.

Juga kadang – kadang ada yang salah mendefinisikan rasa suka itu menjadi perasaan yang menggebu – gebu (ini cenderung apabila rasa suka itu pada lawan jenis), tanpa melihat apa triggernya, apa yang membuat seseorang itu jadi suka. Kalau apa yang disukainya adalah karena kebaikannya, keramahannya, maka kita juga harus belajar seperti itu. Belajarlah untuk memahami bahwa rasa suka, kagum, tidak akan ada gunanya sama sekali jika kita tidak mengambil contoh ataupun teladan baik dari apapun yang kita suka.

Dan ini juga menjadi dasar bagi saya untuk menyukai UVERworld, karena sikap pantang mundur dan lagu – lagunya menginspirasi. Jadi karena itu saya ingin mencoba melakukan sesuatu yang bisa menginspirasi orang lain, contoh kecil lewat status di fb atau twitter ataupun hal – hal lain.

Tapi ingat, rasa kagum bisa jadi sesuatu yang berbahaya, terkadang bisa membuat kita fanatik, ataupun punya rasa menggebu – gebu yang mengarah ke lust, dan kecenderungan mencopy (plagiat) dari apa yang kita suka. Ini yang harus dihindari.

Yang kedua adalah sikap pantang menyerah, ketika Takuya mengalami masalah yang sangat fatal, yang membuat dia hampir down, dia mencoba untuk bangkit dan tetap konsisten dengan impiannya. Dia pernah berkata bahwa jangan pernah menyerah untuk menggapai apa yang kita inginkan. Memang kebanyakan orang bisa berkata – kata demikian, tetapi apa yang telah UVERworld perjuangkan hingga saat ini merupakan pembuktian nyata (kalau nggak percaya baca saja ulasannya lebih lanjut di web – web lain).

Dua point di atas, terlebih yang terakhir ini mengugah hati saya untuk tetap bangkit dan konsisten terhadap apa yang saya pegang. Mungkin saat ini banyak sekali masalah ataupun pergumulan, tetapi jangan lupa, impian kita harus jauh lebih besar dari apa yang kita takuti. Jangan biarkan sebuah kemunduran kecil membuat kita menyerah (quote dari Takuya sendiri). Terus percaya saja sama Tuhan. Lakukan apa yang jadi bagian kita saat ini dan ingat: Tuhan tidak seperti dosen yang mempersulit mahasiswanya. Kita sedang diajar saat ini untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. So, never give up guys 🙂 God bless.

Favor of God – Teman – teman dan orang – orang yang berharga di kehidupan kita

*Just my life story, silahkan baca atau abaikan, semoga memberkati*

Dalam beberapa hari belakangan ini kendaraan saia harus masuk bengkel karena kerusakan di bagian dalam mesin, tapi dalam beberapa hari itu juga banyak sekali tmen2 yg nolong. Mulai dari abang q (ceh hae) yg membantu mendorong kndraan mpe rumah mpe tmen2 di official yg ngebwa kendaraan q ke bengkel (marak dia lalau ulih mihir ah gkgk). Puji Tuhan, ini sukacita trbsar yg prnh q rasakan semenjak keterpurukan q dari berbagai macam masalah. Banyak tmen2 yg scra lngsung ato gk lngsung memberikan support.

Ada satu hal yg bener2 q dapat ketika itu. Suatu hal yg tersirat yg mungkin klian semua bakal tersentuh dan diberkati. Dan ini benar2 Tuhan britahukn padaku:

Terkadang manusia dgn egoisnya yakin bahwa semua hal bisa ia selesaikan sendiri, semuanya dapat diurusnya sendri, namun mereka lupa bahwa yg membuat mrka ttap berdiri, yg membuat mereka tetap termotivasi, tidak lain dan tidak bukan adalah Tuhan sendiri, dengan penerapan nyataNya lewat teman2 kita yg selalu siap menolong kapan saja. Janganlah kita punya pandangan picik bahwa hanya teman A atau teman B yg kita anggap penting dan yg lain tidak. Semua org yg berjasa dan selalu ada di kehidupan kita itu semuanya penting! Mereka semua, teman2 kita, adalah hasil dari FAVOR OF GOD itu sendiri! Jika kita menyia2kan mereka, kita menyia2kan anugrah yg sudah Dia kasih buat kita.

Mungkin saat ini kita menaruh kekecewaan, menaruh rasa benci, menaruh kepahitan, ataupun punya keinginan utk menyingkirkan dan menjauh dari teman2 kita yg udh berjasa banyak buat kita. Tapi pikirkan itu kembali, mereka semua adalah Anugerah Tuhan! Kita mencampakkan mereka, kita menyingkirkan mereka, itu pertanda kita tidak bersyukur thd apa yg sudah Dia kasih! Bersyukur itu bukan cuma kata2 tapi tindakan. Menerima perilaku dan karakter teman2 kita itu tanda kita bersykur padaNya. Jangan lupa, suatu saat apabila kita dilanda kesusahan, pergumulan yg berat, kita akan membutuhkan mereka. Bahkan di masa depan bisa saja mereka yg jadi penentu kesuksesan kita. Kita mengabaikan mereka artinya kita kehilangan satu kesempatan utk meraih kesuksesan. Manusia itu saling membutuhkan. Tidak baik kalau manusia seorg diri saja (Kej. 2:18).

Oleh karena itu, jangan sia2kan mereka yg ada di kehidupan kita, sekecil apapun peran mereka di kehidupan kita, suatu saat kita juga akan membutuhkan mereka, dan suatu saat mereka akan punya peran yg besar di kehidupan kita di masa depan. Bersyukurlah dan berbahagialah karena dari situlah kita merasakan FAVOR OF GOD melalui org2 yg berharga di kehidupan kita. Tuhan memberkati 🙂

Tentang komitmen dan kehidupan anak muda

Dalam satu pertemuan ibadah saya teringat salah satu khotbah mengenai komitmen dan integritas.

Semua orang tahu, komitmen merupakan sebuah statemen, dimana kita harus memegang teguh apa yang akan menjadi prinsip dalam hidup kita, dan integritas merupakan cerminan nyata dari statemen tersebut. Orang yang punya komitmen yang jelas dan konsisten dengan kata – katanya adalah orang yang berintegritas – apapun kondisinya – biarpun orang bilang A dia tetap bertahan di B – dalam hal ini komitmen yang membawa kebaikan bagi dirinya sendiri ataupun orang lain.

Saya ambil ilustrasi dalam kehidupan anak muda sekarang ini. Anak muda jaman sekarang tergolong sembarangan dalam berkomitmen (walaupun tidak seluruhnya).

Dalam hal sederhana saja, bikin janji kadang – kadang tidak ditepati. Misalkan janji mengerjakan tugas jam 7 di rumah si A tapi ternyata orang – orangnya tidak ada yang datang. Masalah asmara juga (ini yang paling sering), oleh karena itu kenapa belakangan ini ada istilah php (Pemberi harapan palsu, bukan hypertext preprocessor). Orang yang tidak berintegritas cenderung memperlihatkan sifat yang seolah – olah memberi harapan tetapi sebenarnya tidak. Masa muda seharusnya adalah masa yang tepat untuk menumbuhkan komitmen (gak usah jauh – jauh) dengan Tuhan ataupun keluarga misalkan. Tetapi kenyataannya tidak sedikit dari kaum muda yang ternyata tidak bisa menumbuhkan komitmen itu. Biasanya karena kurangnya kontrol sosial ataupun faktor lingkungan.

Komitmen dan Integritas – Seperti kejujuran dan keterbukaan, Iman dan Perbuatan – adalah satu kesatuan. Tanpa salah satu dari mereka apakah kita masih disebut beriman? Ataupun disebut orang jujur? Ataupun orang yang konsisten terhadap kata – kata?

Konyol jika tanpa salah satu dari ketiga di atas kita dapat disebut pribadi yang berkarakter seperti Tuhan karena ketiga pasang komponen ini merupakan komponen penting (mungkin salah satu dari sekian macam komponen) yang diibaratkan seperti sebuah tubuh. Tanpa salah satunya? Ya pincang… Kalau ngga pincang ya buta, atau tuli… Tubuh rohani kita bakalan cacat. Oleh karena itu komponen yang telah di jelaskan di atas adalah cerminan tubuh rohani kita seperti apa.

So, pikirkanlah hal ini baik2… Jangan sampe nyasar. Tuhan memberkati 🙂

Jujur tapi tidak terbuka vs Terbuka tapi tidak jujur?

Pertanyaan yang tidak kalah menjebak dari yang sebelumnya.

Sebelumnya saya pernah menanyakan hal ini kepada beberapa orang teman, termasuk juga di beberapa forum. Tapi kelihatannya banyak jawaban yang menurut saya tidak mengena, bahkan terkadang kontradiksi satu sama lain.

Ada yang mengatakan jujur tapi tidak terbuka itu jauh lebih baik, ketimbang sebaliknya. Alasannya karena kejujuran itu jauh diatas segalanya, dan sangat penting. Ketidakterbukaan mungkin saja berguna untuk menyembunyikan hal pribadi yang tidak perlu diketahui orang. Purposenya bagus, tapi kurang memuaskan menurut saya.

Ada juga yang mengatakan terbuka tapi tidak jujur itu lebih baik. Alasannya dari keterbukaan kita tahu orang itu jujur atau tidak. Masih tidak mengena.

Akhirnya saya mencoba – coba berpikir lagi, pertanyaan yang saya lontarkan itu sebenarnya mengandung arti. Mana yang lebih baik menjadi orang yang jujur atau terbuka? Sepertinya itu maksudnya.

Jujur dan terbuka itu sebenarnya satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Kalau cuma jujur saja atau terbuka saja kedengarannya aneh. Dari beberapa jawaban tadi sebenarnya saya bisa mengimplementasikan sesuatu yang penting, yaitu:

1. Kejujuran tanpa keterbukaan itu = PINCANG. Bagaimana mungkin orang bisa tahu kalau kita orangnya jujur jika kita tidak terbuka?
2. Keterbukaan tanpa kejujuran itu = BODOH. Orang yang membuka ketidakjujuran dalam dirinya sama saja menghancurkan dirinya sendiri.

Namun kedua hal di atas cuma sebatas teori.

Kemudian suatu hari saya menemukan suatu artikel tentang kebohongan. Di situ kebohongan ada beberapa jenis:

1. Kebohongan dengan niat yang baik: tujuannya menghindari keributan, menghindarkan masalah, ambil jalan kompromi. Biasanya pemikiran kita, ah, ini kan hanya begini saja.

2. Kebohongan yang tidak kita sadari: Biasanya hanya merasa menutupi, dan tidak merasa membohongi, tujuannya sama, biasanya mencegah keributan dan persoalan.

3. Kebohongan yang terstruktur : kebohongan yang memang direncanakan karena ada perbedaan – perbedaan yang tidak terselesaikan

4. Kebohongan yg jahat : kebohongan yang memang sudah di lakukan dengan niat dan perbuatan yg jahat.

Dan alasan mengapa kebohongan itu ada:

1. Cari jalan yang mudah.
2. Merasa jalan yang paling cepat dan tidak ribet.
3. Karena tidak menghargai sesama.
4. Karena tidak berpikir panjang.
5. Karena terbiasa
6. Karena tidak takut Tuhan.
7. Karena terlalu menggampangkan masalah.
8. Karena menganggap biasa dan normal
9. Karena takut akan resiko kejujuran.

Dan bisa saya simpulkan bahwa antara keduanya TIDAK ADA YANG BAIK.
Mengapa bisa saya katakan begitu?

1. Orang yang jujur tapi tidak terbuka cenderung melakukan kebohongan yang tidak ia sadari, dan demi untuk cari aman dia tidak mengatakannya kepada orang lain.
2. Orang yang terbuka tapi tidak jujur hanya memperlihatkan kebohongan pada dirinya saja. Namun sisi positifnya seseorang yang demikian mau mengakui bahwa ia berbohong.

Jujur dan Terbuka adalah SATU KESATUAN, sama seperti Iman dan Perbuatan. Jika iman tanpa perbuatan adalah mati, maka jujur tanpa keterbukaan adalah sia – sia.

Jadi belajarlah untuk jujur dan terbuka kepada orang lain, sesulit apapun itu. Karena dengan demikian kita akan dihargai oleh orang lain dan kita akan menjadi berkat bagi orang lain. Bukankah Tuhan yang menginginkan kita menjadi garam dan terang dunia? That’s simply guys, so try it!

God bless us all…